Industrial Based Learning untuk Mencetak Lulusan Vokasi Unggul

Industrial Based Learning untuk Mencetak Lulusan Vokasi Unggul

Bogor, Ditjen Vokasi - Pendidikan vokasi memiliki peran strategis sebagai akselerator pembangunan sumber daya manusia (SDM) dan perekonomian. Perguruan tinggi vokasi yang berorientasi keahlian pun dituntut untuk menjadi pendidikan profesional yang senantiasa dinamis dalam mengikuti perubahan dan tantangan global. 

 

Seiring dengan disahkannya undang-undang perguruan tinggi yang mengizinkan politeknik untuk menyelenggarakan program pendidikan hingga jenjang magister terapan dan doktor terapan, percepatan, penyesuaian, dan pengembangan pendidikan tinggi vokasi menjadi sebuah keniscayaan. Perguruan tinggi vokasi juga dituntut agar siap dalam menyesuaikan kurikulum, menjalin, dan memastikan link and match dengan industri untuk menghasilkan lulusan unggul. Pembelajaran vokasi yang berbasis industri diyakini akan menjadi nilai unggul dari para lulusan perguruan tinggi vokasi. 

 

Alasan tersebut menjadi salah satu hal yang mengemuka pada seminar workshopIndustrial-Based Learning: Promoting Excellence in Graduate Vocational Education yang diselenggarakan oleh Sekolah Vokasi Institut Pertanian Bogor (IPB) di IPB International Convention Center, Kamis (19-1-2023). Seminar tersebut menghadirkan 3 (tiga) pembicara,  yakni  Prof. Arief Daryanto selaku Dekan Sekolah Vokasi IPB, Prof. Anas Miftah Fauzi selakuDekan Sekolah Pascasarjana IPB, dan Prof. Henk Hogeveen dari Wageningen University. 

 

Dalam sambutannya saat membuka seminar, Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, Kiki Yuliati, mengatakan bahwa akselerasi pendidikan vokasi terus dilakukan dengan mengembangkan ekosistem pendidikan vokasi  yang melibatkan berbagai entitas, termasuk industri untuk bekerja sama. Keterlibatan dan kolaborasi antara pendidikan vokasi dengan industrimenurut Dirjen Kiki, merupakan salah satu kunci untuk membangun ekosistem pendidikan vokasi yang unggul.

 

Kami berjuang untuk semua entitas bekerja bersama. Kami mendekatkan industri dan menghadirkan praktisi industri ke kelas-kelas untuk mengajarkan industrial based learningkarena co-creation pendidikan vokasi dan industri adalah kunci, kata Kiki. 

 

Melalui Merdeka Belajar Kampus Merdeka, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi juga membangun ekosistem inovasi berbasis riset dan pengembangan yang kolaboratif bersama industri dengan perguruan tinggi vokasi. 

 

Sementara itu, Arief Daryanto, dalam paparannya, mengatakan bahwa banyak negara telah mengambil langkah-langkah untuk memperkuat kebijakan dan kerangka aturan-aturan untuk mendukung pelatihan dan pendidikan vokasi serta meningkatkan kemitraan dengan sektor swasta. 

 

Agar lebih kompetitif dalam ekonomi global dan bisa mengatasi tantangan global, negara mana pun harus beradaptasi dengan strategi yang digerakkan oleh inovasi yang didukung oleh pelatihan dan pendidikan vokasi, kata Arief. 

 

Menurut Arief, kerap kali profesional undergraduate program (diploma 4) di negara berkembang dianggap kurang memadai. Beberapa alasan di antaranya karena pelatihan guru yang dinilai tidak memadai serta kurangnya konektivitas dengan industri. 

 

Kurangnya konektivitas antara dunia akademik dengan industri juga masih terjadi di program pascasarjana. Alhasil, banyak doktor yang unggul dalam publikasi, tetapi belum unggul dalam menghasilkan paten-paten. Padahalkeunggulan pendidikan tinggi vokasi  adalah karena menjadi pendidikan berdasarkan industri. 

 

Industri adalah mur dan baut dari sistem TVET yang berkualitas dan efektif, kata Arief. 

 

Sementara itu, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Anas M. Fauzi, mengatakan bahwa fokus pada penguasaan kurikulum yang spesifik untuk mengembangkan skills pada spesialisasi tertentu menjadi keunggulan dari program-program gelar-gelar profesional. Gelar-gelar profesional seperti sarjana terapan  di Indonesia bertujuan untuk memastikan bahwa mereka siap untuk berkarier di bidang tertentu dan telah menerima pelatihan yang diperlukan untuk bekerja. 

 

Menurutnya, gelar profesional ini berupaya menjembatani kesenjangan antara dunia akademik dan dunia industri dengan magang industri menjadi salah satu kurikulumnya. Kemampuan aplikasi praktis dari teori menjadi sangat penting untuk memastikan keunggulan mereka. Di Eropa penelitian dan pengembangan lebih banyak dilakukan di industri, bukan di universitas. Mereka memiliki program kerja sama doktoral yang melibatkan industri. Di Jerman, misalnya, 16 persen mengambil gelar doktoral industri pada 2013. 

 

Mahasiswa doktoral industri biasanya sangat diminati oleh industri. Mereka akan mudah mengakses pekerjaan setelah lulus,” kata Anas. 

 

Menurut Anas, program doktoral industri menjadi solusi yang bermanfaat bagi semua pihak. Pihak kampus akan menerima dukungan pendanaan dari industri. Perusahaan/industri bisa meningkatkan daya saing melalui inovasi dan transfer ilmu pengetahuan dari perguruan tinggi dan peneliti. Calon doktor ini mendapat penggetahan yang unggul dan belajar bagaimana berhasil dalam lingkup bisnis. 

 

Salah satu praktik program doktoral industri yang dicontohkan Anas adalah program doktoral industri di Universiti Putra Malaysia (UPM). UPM menawarkan praktisi industri yang ingin mengejar gelar doktoral tanpa meninggalkan tempat kerja mereka 

 

Program tersebut dikembangkan untuk mendorong berbagi pengetahuan antara praktisi industri dan akademisi dalam menghasilkan profesional yang berilmu tinggi. Program ini bertujuan untuk menginspirasi inovasi dan meningkatkan daya saing di industri melalui penelitian berbasis industri pada kerja sama dengan UPM. 

 

Program doktoral industri ini bisanya mendasarkan risetnya pada permasalahan industri dengan dipilih bidang, terutama di bidang teknik, bisnis dan ekonomi, pertanian, teknologi pangan, ilmu komputer, dan bioteknologi. 

 

Di IPB sendiri, menurut Anas, adanya K2020, kurikulum tersebut mengakomodasi program master ataupun doktoral industri. Apalagi, kolaborasi antara industri dan kampus telah terjalin dengan baik dan kuat. Penelitian kerja sama dengan industri juga semakin berkembang dengan dukungan dari pemerintah (Kedaireka, LPDP Rispro, dan lain-lain), individu, dan asosiasi industri. (Nan/Cecep Somantri)