Kisah Kakak Beradik Alumni Program PKW Tekun Tenun yang Lestarikan Tenun Gebeng

Kisah Kakak Beradik Alumni Program PKW Tekun Tenun yang Lestarikan Tenun Gebeng

Jakarta, Ditjen Vokasi - Tangan Madu Lukita terlihat lihai dalam membuat tenun gebeng yang hampir punah. Ia pun menunjukkan keahliannya dengan gedokan yang ia bawa ke stan pameran program Pendidikan Kecakapan Wirausaha (PKW) Tekun Tenun dan Kriya di Kriyanusa 2023 di Jakarta Convention Center (JCC) pada 13 s.d. 17 September 2023.


Madu bersama sang adik, Tiarada, merupakan alumni program PKW Tekun Tenun dan Kriya 2022 dari Kabupaten Ogan Ilir, Sumatra Selatan. Program PKW tersebut merupakan kerja sama Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dengan Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas). 


Kedua gadis asli Ogan Ilir itu pun mengungkapkan bahwa mereka sudah akrab dengan pembuatan tenun sejak kecil.




“Dulu, kami belajar membuat tenun songket tapi baru belajar tenun gebeng ini ketika di program PKW,” ungkap Madu pada Kamis (14-09-2023).


Tiarada juga menambahkan, “Saya ingat pertama kali belajar menenun waktu SMP dan itu tenun songket yang tergolong sulit. Jadi, pas belajar tenun gebang, jauh lebih mudah.”


Lahir dari keluarga perajin, membuat kedua kakak beradik tersebut sangat memiliki jiwa kreativitas. Madu sebagai kakak bercerita bahwa di desanya, hanya tinggal lima orang sepuh yang masih menguasai tenun gebeng. Tenun gebeng merupakan tenun khas Ogan Ilir yang sudah sangat jarang ditemui. Untuk itulah, ia bersama adiknya mengikuti program PKW Tekun Tenun. 


Setelah program PKW yang mereka ikuti selesai di akhir 2022, kedua kakak beradik pun tetap dibina oleh Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Ogan Ilir. Selama satu tahun, mereka ditargetkan untuk membuat 120 tenun. Madu dan Tiarada sendiri ditargetkan membuat 5—6 kain tenun gebeng.


Sampai saat ini, sudah ada tenun gebeng yang dijual ke pihak Dekranasda. Madu dan Tiarada juga menerima orderan kain tenun dari Ibu istri Bupati Ogan Ilir. 



“Seneng banget bisa memenuhi keinginan Ibu istri Bupati. Kami disediakan benangnya sesuai permintaan lalu tinggal menenunnya,” ujar Tiarada.


Sementara itu, Madu menambahkan, “Kami memang masih dibina dari Dekranasda. Namun, sudah ada yang meminta kami untuk membuat tenun tapi masih belum kami selesaikan karena kami ingin fokus ke pesanan Dekranasda dulu.”


Dalam satu kain ia bisa mendapatkan Rp800 ribu s.d. Rp1,5 juta rupiah per kain tergantung jenis benangnya. Menurut Madu, benang dengan menggunakan pewarnaan alami dan juga benang emas akan tergolong lebih mahal. 


Menurut Madu, Ogan Ilir merupakan sebuah kabupaten yang memiliki banyak perajin, tidak hanya tenun, tetapi juga perajin logam dan anyaman. Orang tuanya sendiri pun merupakan seorang perajin, ibunya perajin tenun, sementara bapaknya perajin logam.


Sebagai generasi muda, kedua kakak beradik itu pun ingin mengambil bagian untuk melestarikan tenun gebeng agar tidak tergerus zaman. Langkah selanjutnya yang ingin mereka kembangkan adalah ingin membuat galeri sendiri dan menjual tenun gebeng secara mandiri.


“Saya punya mimpi untuk membuka toko galeri gitu. Lalu, tenun gebeng ini dimodifikasi menjadi produk-produk lain, seperti tas dan dompet.” harap Tiarada.


Mereka yakin, dengan kompetensi yang mereka miliki dari program PKW Tekun Tenun dan Kriya serta dukungan dari keluarga dapat mewujudkan mimpi tersebut. (Zia/Cecep)