Kolaborasi SMK dan Industri Hasilkan Kursi Kereta Api Produk Dalam Negeri

Kolaborasi SMK dan Industri Hasilkan Kursi Kereta Api Produk Dalam Negeri



Salatiga, Ditjen Vokasi - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi terus melakukan transformasi dan penguatan SMK agar semakin selaras dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI). Salah satunya adalah melalui pembelajaran berbasis proyek atau project based learning (PBL). Melalui PBL, SMK dan DUDI tidak hanya menghasilkan lulusan siap kerja, tetapi juga mampu menciptakan produk bersama yang dapat mendukung pengembangan produksi dalam negeri.

 

Salah satu praktik baik PBL dalam menghasilkan produk bersama adalah proyek kerja sama antara PT D’Tech dan SMKN 2 Salatiga, Jawa Tengah dalam pembuatan kursi penumpang untuk kereta kelas eksekutif (K1) KAI dan Kereta Rel Diesel Elektrik (KRDE) Makassar-Pare Pare. Produksi kursi kereta tersebut sekaligus menjadi praktik baik dari program SMK Pusat Keunggulan Skema Pemadanan Dukungan (SMK PK SPD). 

 

Kepala Program Studi (Prodi) Teknik Bodi Otomotif, SMKN 2 Salatiga, Suhartono,mengatakan bahwa produksi kursi K1 KAI saat ini sudah sekitar 230-260 unit dan kursi KRDE sebanyak 80 unit.

 

Pembuatan kursi kereta ini melalui program SMK PK Padanan. Awalnya, PT Inka (PT Industri Kereta Api) melalui anak perusahaannya PT Inka Multi Solusi Trading (IMST) ada proyek pembuatan kursi kereta api dan PT D’Tech menjadi perusahaan penjamin (QC) untuk hasil dari anak SMK. Jadi, D’Tech yang kerja sama dengan IMST, kemudian pengerjaannya dilakukan oleh SMK, kata Suhartono terkait awal mula keterlibatan SMKN 2 Salatiga para proyek pembuatan kursi untuk KAI. 

 

Menurut Suhartono, jauh sebelum proyek pembuatan kursi kereta, SMKN 2 Salatiga sudah bermitra dengan PT D’Tech. Kerja sama tersebut dalam rangka penguatan pembelajaran seperti program magang atau prakerin untuk siswa dan guru, guru tamu dari industri, hingga pembuatan produk bersama. 

 

Proses pembuatan kursi kereta api sendiri melibatkan seluruh siswa, mulai dari kelas X sampai kelas XII. Selain siswa, proyek ini juga melibatkan alumni yang merupakan karyawan tetap PT D’tech. Para alumni berperan sebagai pembimbing untuk memperkenalkan budaya industri seperti timing delivery yang harus dimengerti para siswa. 

 

Karena terkait Kurikulum Merdeka, siswa yang terlibat dari kelas X, meskipun yang banyak dari kelas XII. Jadi kelas XII jadi group leader-nya. Mereka membimbing kelas XI dan kelas XI membimbing kelas X. Kemudian, kelas XII dibimbing alumni yang kerja di D’Tech, kata  Suhartono.

 

Dalam pelaksanaannya, PT D'Tech mendampingi para siswa mulai dari  desain part, penggunaan mesin laser cutting, mesin banding (untuk menekuk), mesin welding untuk pengelasan, mesin painting, dan aplikasi powder coating

 

“Dari powder coating di quality control dulu bagian onderdilnya, kemudian ke bagian assembling oleh D’Tech, kemudian ada pengetesan dan pengecekan, kata Suhartono. 

 

Masih menurut Suhartono, proses pembuatan kursi kereta ini tidak hanya dikerjakan oleh SMKN 2 Salatiga saja. Beberapa bagian dari kursi dikerjakan oleh SMK lainnya, yakni SMK Muhammadiyah Salatiga, SMK Saraswati Salatiga, serta SMK Model PGRI Mejayan.

 

Jadi, komponen utamanya itu di SMKN 2 Salatiga, tapi onderdilnya dibantu SMK lain karena untuk jadi 1 kursi itukan ada puluhan bagian. Setiap SMK membuat part-nya masing-masing. Jadi, kita menggunakan kata battle of Tefa” karena kita sudah komitmen bekerja sama dengan industri yang punya sensitive timing," kata Suhartono. 

 

Suhartono menambahkanproduksi kursi kereta dari SMK ini bisa menekan TKDN hingga 100 persen. Menurut dia, selama ini prototipe untuk kursi kereta di impor dari Taiwan. “Kalau dari Taiwan TKDN-nya tinggi karena prototipe dari Taiwan masih tetap kita modifikasi agar kompatibel,” kata Suhartono.

 

 

Sesuai standar industri 

 

Sebagai penjamin risiko, Direktur Operasional PT D'Tech, Fajar Budi Laksono, mengaku sangat puas dengan hasil kerja para siswa SMK. Fajar mengatakan bahwa kualitas kursi-kursi yang diproduksi melalui PBL tersebut sudah sesuai dengan standar industri. 

 

Kursi yang sudah dibuat oleh SMK ternyata sangat bagus dan kualitas sudah sesuai dengan standar dari PT Inka, kata Fajar 

 

Selain memiliki kualitas yang bagus, menurut Fajar, proses produksi kursi kereta juga relatif singkat. Para siswa dinilai sudah memiliki sensitive timing sebagai budaya kerja yang sangat diperlukan di industri. Misalnya pada proses pembuatan kursi kereta untuk KRDE Makasar-Pare Pare yang hanya dikerjakan dalam waktu tiga minggu. 

 

SMK dengan arahan dan bimbingan yang benar tentu saja akan bisa memenuhi target dan ekspektasi dari industri. Kami sendiri sudah membuktikan hal tersebut dengan adanya program distributed manufacturing dalam pembuatan berbagai macam aksesoris motor yang telah kami lakukan secara berkelanjutan dengan banyak SMK," kata Fajar.

 

PT D’tech sendiri menurut Fajar akan lebih intensif melibatkan SMK-SMK dalam proyek-proyek mereka. PT D’Tech rencananya juga akan menggandeng SMK Perkapalan untuk welding. Selain itu, PT D’Tech juga akan menambah proyek baru untuk SMKN 2 Salatiga.  

 

PT Inka memberikan kontrak pekerjaan kepada D-Tech Engineering untuk produksi 440 kursi kereta api. Tahun kemarin untuk kursi hanya 260 unit dan ini kemungkinan akan bertamah 1500 unit, bahkan lebih. Kursi kereta dari KAI yang sudah rusak akan diganti dengan kursi-kursi buatan siswa SMK," kata Fajar. 

 

Sementara itu, Direktur Keuangan, SDM, dan Manajemen Risiko, PT Inka, Heru Sulistiyo,mengatakan bahwa saat ini kursi untuk K1 sudah jalan dan sudah dipasangkan di kereta. Sementara untuk kursi KRDE Makassar Pare Pare tahap satu sebanyak 80 unit yang akan digunakan pada dua rangkaian kereta, di mana satu kereta berisi dua gerbong dengan jumlah kursi 20 unit setiap gerbongnya. 



 

“Ke depannya kami berharap anak-anak SMK bisa membuat dan berjalan sendiri,” kata Heru.

 

Menurut Heru, kemajuan sebuah industri tidak bisa dipisahkan dari kemajuan dunia pendidikan, utamanya dalam hal kesiapan tenaga kerja. Dunia pendidikan dituntut untuk menyelelaraskan diri dengan perkembangan dan kemajuan dunia industri. Keselarasan antara dunia pendidikan dan dunia industri akan memberikan manfaat bersama, termasuk bagi industri.

 

“Industri membutuhkan kemampuan atau kompetensi teknis yang siap pakai sehingga dunia pendidikan harus bisa menyiapkan ke sana agar lulusannya bisa terserap di industri. Kalau dunia pendidikan tidak menyiapkan lulusan yang sesuai industri harus mengeluarkan banyak biaya besar untuk training,” kata Heru. (Nan/Cecep Somantri)