Berkolaborasi di Dalam Negeri, Berkompetisi di Luar Negeri

Berkolaborasi di Dalam Negeri, Berkompetisi di Luar Negeri

Jakarta, Ditjen Diksi – Untuk memastikan program “link and match” berjalan dengan baik, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi menyelenggarakan kegiatan “Penyusunan Desain dan RAB Riset Evaluasi Pelaksanaan Program Pendidikan Vokasi” yang dilaksanakan di Yogyakarta (3/8). Kegiatan ini bertujuan untuk menyusun desain dan RAB riset evaluasi pelaksanaan program pendidikan vokasi.  

Dihadiri langsung oleh Wikan Sakarinto selaku Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi, yang memperjelas kembali kesatuan program “link and match” yang terdiri dari 9 paket lengkap untuk menunjang program “pernikahan massal” yang maksimal. Kesembilan paket yang disusun tentunya didasari akan kebutuhan industri dan dunia pendidikan dalam melahirkan output lulusan yang berkompeten. Selain 9 paket program yang harus dilakukan, Wikan Sakarinto juga mengungkapkan paket anggota yang harus senantiasa terlibat dalam proses “link and match”. “Selain ada paket pernikahan, ada paket anggota, yaitu industri, vokasi, dan siswa. Ketiga anggota ini harus terlibat,” ujarnya.

Menilik pada paket kesembilan yang berisi keterlibatan tenaga pengajar dan industri dalam melakukan join research terkait kasus nyata di industri, Wikan sangat berharap paket ini bisa terlaksana sehingga masing-masing tenaga pengajar mampu menghasilkan riset yang bermanfaat bagi masyarakat luas. “Begitu juga dengan penelitian untuk dosen vokasi agar fokus dan menghasilkan hasil karya riset terapan kolaboratif yang bermanfaat untuk masyarakat luas,” paparnya.

Berdiri menaungi pendidikan tinggi vokasi dan profesi, SMK, lembaga kursus dan pelatihan, serta kemitraan dan penyelarasan kerja sama (Mitras DUDI), Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi dibentuk oleh pemerintah untuk menerapkan program “link and match” yang nyata. Dengan bantuan dana mencapai Rp3,5 triliun, Wikan berharap 80 persen pendidikan kejuruan dan sekolah vokasi di Indonesia dalam 5 tahun ke depan mampu memiliki kerja sama “link and match” minimal mencakup 5 paket. Sehingga, ke depannya bukan hanya lulusan SMK dan sekolah vokasi yang membutuhkan pekerjaan, namun lapangan pekerjaan dan industrilah yang membutuhkan lulusan vokasi.

Di samping itu, Wikan juga menegaskan agar tidak ada lagi kompetisi pendidikan vokasi dengan pendidikan akademisi, melainkan kolaborasi bersama untuk mewujudkan Indonesia yang maju di masa depan. Alhasil, harapan vokasi menjadi “obat mujarab” bagi Indonesia dapat terwujud. “Vokasi itu harus tetap kolaborasi dengan S1, S2, dan S3. Tidak boleh saingan, harus kombinasi. Tidak ada persaingan antara vokasi dan akademik, karena nanti Indonesia tidak akan maju,” terangnya. 

Menurut Wikan, sudah saatnya masyarakat membuka peluang kolaborasi sebesar-besarnya dan menurunkan daya kompetisi sesama bangsa sendiri  “Berkolaborasi di dalam negeri, kalau berkompetisi, ya di luar negeri,” pungkasnya. (Diksi/TM/AP/KR)