"Eco-Friendly Business" ala LKP Sugeng Elektronik

 

Demak, Ditjen Diksi – Tanpa disadari limbah elektronik turut andil menyumbang kerusakan lingkungan. Terjadi pergeseran budaya, jika dulu orang mau mereparasi alat elektronik yang rusak, namun sekarang cenderung untuk membeli yang baru. Padahal, dengan sedikit usaha ternyata alat alat elektronik tersebut masih bisa diperbaiki. Peluang inilah yang ditangkap oleh LKP Sugeng Elektronik di Demak, Jawa Tengah, untuk mereparasi lampu CFL dan LED.

“Lampu CFL yang rusak bisa direparasi dengan biaya yang sangat murah. Jika tidak ingin repot, tinggal mengganti set komponen elektroniknya seharga Rp3.000-an. Jika mau memeriksa satu per satu komponennya, bisa lebih murah lagi,” terang Sugeng Samsudin, Direktur LKP Sugeng Elektronik yang memiliki program kursus elektronik dan komputer.

Menurt Sugeng, secara umum komponen lampu CFL terdiri dari dua bagian utama, yakni tabung kaca dan modul elektronik. Kerusakan yang umumnya terjadi hanya pada bagian elektroniknya, sedangkan tabung kaca relatif berumur panjang. “Penggantian komponen elektronik yang rusak bisa membuat lampu dapat beroperasi kembali dengan usia sama seperti lampu baru. Tentu saja hal ini tidak hanya bermanfaat bagi  lingkungan hidup, namun juga benilai ekonomi,” paparnya.

Sang Direktur menjelaskan, dengan harga lampu bekas sekitar Rp5.000 ditambah biaya mengganti seluruh komponen elektronik sebesar Rp3.000, maka lampu dapat dengan mudah dijual seharga Rp15-20 ribu. Pasalnya, harga lampu baru tersebut (misalnya 45 Watt Philips) di pasaran  berkisar Rp45 ribu. "Omzetnya cukup bagus. Di samping kita jual langsung, peserta didik kami banyak yang berhasil membuat toko lampu bekas ini,” tutur Sugeng.

Adapun salah satu alumni LKP Sugeng Elektronik yang sukses membuka toko lampu bernama Rohman Elektronik. Toko ini menjual komponen/sparepart lampu, lampu baru/reparasi, dan menerima servis lampu dan peralatan elektronik rumah tangga lainnya. "Jika pelanggan enggan menunggu, biasanya langsung beli. Tapi, jika mau tunggu sebentar bisa diservis. Jangan khawatir karena lampu yang dibeli maupun yang direparasi diberikan garansi,” ujar Rohman, sang pemilik toko.

Sugeng pun sadar bahwa upaya ini tidak bisa selamanya dilakukan, karena teknologi selalu berkembang. Seperti halnya dirinya pernah "panen" permintaan TV tabung/CRT, dan juga modifikasi limbah monitor komputer menjadi televisi pada 2010-2015. Jebolan S2 teknik informatika ini memang mempunyai jiwa yang dapat beradaptasi dengan perubahan karena terkait jurusan konsentrasi teknik intelejen, yang membuatnya terasah melihat peluang.

Demikian juga perubahan penggunaan lampu CFL menjadi LED yang telah diantisipasi oleh Sugeng. Secara umum lampu LED sama seperti lampu CFL, bahkan lebih sederhana. “Teknisnya kurang lebih sama, biasanya lampu LED terdiri dari beberapa buah LED. Tiap LED dicek, yang bermasalah atau mati, kita ganti. Kalau tidak mau repot, bisa beli satu set, harganya kurang lebih sama seperti komponen lampu CFL,” jelasnya.

Menurut Sugeng, jika mau usaha, semuanya bisa direparasi. Namun, terkadang pola pikir manusia modern sudah berubah menjadi serba-instan, dari mereparasi menjadi mengganti, tanpa memikirkan ada dampak limbah elektronik yang semakin menggunung. “Ada nilai kebaikan lebih dari apa yang kita usahakan. Selain bernilai ekonomis, kita juga dapat berperan dalam mengurangi sampah. Jika Bodyshop, brand dari Amerika, bisa menarik simpati dan loyalitas konsumennya dengan kepeduliannya terhadap lingkungan, maka LKP Sugeng Elektronik brand asli dari Demak juga mengusahakan hal serupa, bermanfaat untuk pendidikan, ekonomi, dan lingkungan hidup,” terangnya.

Dengan terobosan dan berbagai upaya lainnya, maka tidak heran LKP Sugeng Elektronik menjadi LKP terbaik dalam Jambore PTK PAUDNI Berprestasi Tahun 2012 di Demak. Perlahan tapi pasti, dengan masuknya pendidikan kursus dan pelatihan ke dalam Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Diksi), harapan itu semakin menjadi kenyataan. Pasalnya, pendidikan vokasi sekarang berada dalam ekosistem yang sesuai, yakni pendidikan menengah (SMK), pendidikan tinggi, serta kursus dan pelatihan. Dengan komposisi seperti ini, sinergi antarjenjang yang "link and match" dengan industri, saling kuat dan menguatkan, diharapkan dapat terwujud. “Terima kasih kepada Ditjen Diksi dengan program Pendidikan Kecakapan Kewirausahaan (PKW)," ujarnya.

Program PKW adalah layanan pendidikan melalui kursus dan pelatihan untuk memberikan bekal pengetahuan, keterampilan, dan menumbuhkan sikap mental wirausaha dalam mengelola potensi diri dan lingkungan yang dapat dijadikan bekal untuk berwirausaha. Seleksi peserta dilakukan dengan tes tertulis untuk mengukur kemampuan dasar, lalu dilanjutkan tahap wawancara untuk memastikan komitmen dan kesungguhan menjalankan pendidikan ini. Pendidikan dilaksanakan selama 40 hari berdurasi total 200 jam dengan jeda hari Minggu. Pembelajaran terdiri dari 80 persen praktik dan sisanya teori. “Total ada 30 peserta yang mengikuti program ini pada tahun 2020, dan sekarang semua lulusannya telah membuka usaha. Sedangkan untuk tahun 2021, LKP Sugeng Elektronik telah mengajukan permohonan,” ujar Sugeng.

‘Link and Supermatch’

Dalam berbagai acara Dirjen Diksi Wikan Sakarinto sering mengutarakan "MoU itu tidak boleh tidur, layaknya pasangan setelah menikah mereka harus komit membina hubungannya dengan sungguh-sungguh dan akhirnya menghasilkan keturunan". Sebuah analogi sederhana yang menggambarkan lembaga vokasi harus aktif dalam kerja sama dengan dunia usaha dan dunia industri (DUDI).

Untuk kerja sama dengan industri, LKP Sugeng Elektronik telah menjalin kesepakatan dengan PT Arofah Kudus (produsen speaker aktif dengan brand (PROFOTEX), perusahaan perakitan TV di Grobogan dengan brand DEVISHON, CV SAMS yang memproduksi kit lampu untuk karoseri Laksana di Ungaran, dan masih banyak lagi.

Selain itu, terhitung puluhan UMKM sudah menjalin kerja sama, seperti MC Elektronik, Terus Terang Elektronik, Rohman Elektronik, Agung Elektronik, Cahaya Elektronik, SAE Teknik, dan Cahaya Lamp. Sedangkan kerja sama dengan lembaga permodalan, yaitu KSU BMT Insan Kamil dan KSU BMT  Pemuda Insani. Ke depan, LKP ini berharap dapat menggandeng perusahaan-perusahaan raksasa di Demak, seperti Polytron, Niko, Advance, dan TCL sudi untuk menjadi “ ayah angkat” pengembangan LKP Sugeng Elektronik di masa mendatang.

Tak hanya itu, LKP Sugeng Elektronik juga sangat antusias dengan program D1 dan D2 untuk akselerasi lembaga kursus dan pelatihan dalam melaksanakan program-program unggulan. Persiapan infrastruktur, kerja sama dengan perguruan tinggi, penyusunan kurikulum, dan sosialisasi program D1 dan D2 kepada masyarakat menjadi target capaian tahun ini telah dilakukan sambil menantikan kepastian regulasi dari pemerintah. (Diksi/GS/AP)