Industri Terbatas, SMK Bisa Bermitra dengan UMKM

Industri Terbatas, SMK Bisa Bermitra dengan UMKM

Bima, Ditjen Vokasi -- Keterbatasan industri besar di daerah kerap menjadi hambatan bagi SMK untuk mewujudkan kemitraan yang link and match dengan dunia industri. Oleh karena itu, sekolah diminta tidak hanya berpatokan pada industri besar untuk bermitra, karena bisa memanfaatkan usaha mikro kecil menengah (UMKM) untuk bekerja sama.

 

"Mohon bisa dimaknai bahwa DUDI (dunia usaha dan dunia industri) itu tidak harus perusahaan besar. Akan tetapi, bisa saja SMK bermitra dengan UMKM," kata Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri, Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, Kemendikbudristek, Saryadi, menanggapi keluhan dari sejumlah SMK di Kota Bima terkait susahnya mencari industri besar untuk bermitra dengan sekolah. 

 

Menurut Saryadi, jika hanya dimaknai perusahaan besar, tentu sekolah akan kesulitan untuk mencari mitra industri. Pasalnya, jumlah perusahaan besar memang sangat terbatas, paling hanya sekitar 5 persen. “Akan tetapi, kalau UMKM itu justru cukup mendominasi saat ini,” katanya.

 

Kerja sama yang dijalin antara SMK dengan UMKM sebaiknya tetap disesuaikan dengan kompetensi keahlian yang ada di masing-masing sekolah tersebut sehingga kemitraan yang terbangun tetap bisa selaras antara kompetensi yang diajarkan dengan kebutuhan UMKM itu sendiri. 

 

"Saat ini kami juga berpikir pendekatannya dengan keunggulan wilayah. Karena, keunggulan lokal tentu harus didukung dengan industri-industri lokal seperti UMKM ini, dan kita harus memastikan kebutuhan SDM yang memadai di setiap daerah untuk mendukung industri dan keunggulan lokal tersebut,” ujar Saryadi.

 

Meski demikian, menurut Saryadi, kemitraan dengan industri besar tetap harus diupayakan untuk memastikan peserta didik memiliki pengalaman bekerja di industri. Saryadi juga mengingatkan untuk tidak memaksakan kemitraan yang dibangun harus lengkap. Artinya, tidak harus semua poin dalam link and match 8+i bisa diwujudkan. Sekolah harus jeli untuk melihat apa yang sekiranya bisa dikerjakan bersama dengan industri besar tersebut.

 

"Kalau kerja samanya baru bisa PKL (praktik kerja lapangan), ya tidak apa. Misalnya PKL-nya tiga bulan, bukan enam bulan, sehingga anak-anak kita tetap dapat pengalaman langsung di industri yang nantinya akan membentuk pengalaman mereka, baik hard skills dan soft skills," kata Saryadi 

 

Sebelumnya, dalam sesi tanya jawab saat kunjungan kerja Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM) di SMKPP Negeri Kota Bima, NTB, sejumlah kepala SMK di Kota Bima mengeluhkan sulitnya mencari mitra industri di wilayah Bima. Alasannya, sebagian besar industri besar yang ada di Kota Bima hanya merupakan kantor perwakilan, sementara kantor pusatnya berada di Lombok atau bahkan di Pulau Jawa. (Diksi/Nan/AP/NA)