Kemendikbudristek Pastikan IKM Bentuk Siswa Cerdas dan Berkarakter

Kemendikbudristek Pastikan IKM Bentuk Siswa Cerdas dan Berkarakter

Bima, Kemendikbudristek --- Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terus berupaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Hadirnya Kurikulum Merdeka menjadi salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia agar sesuai dengan kebutuhan zaman. Dalam Kurikulum Merdeka, siswa tidak hanya dibentuk menjadi cerdas. Namun juga berkarakter sesuai dengan nilai yang tertuang dalam Profil Pelajar Pancasila. 

 

Pelaksana Tugas (Plt.) Direktur  Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Mitras DUDI), Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi (Ditjen Diksi), Kemendikbudristek, Saryadi menilai bahwa pendidikan karakter memiliki peran penting dalam perjalanan bangsa Indonesia bahkan hingga saat ini. Menurutnya,  pendidikan karakter dapat menjalin dan memperkuat persatuan maupun jiwa nasionalisme agar Indonesia mampu bertahan menjadi bangsa yang besar.

 

"Jika kita melakukan refleksi, sesungguhnya kita mampu menjadi bangsa yang besar hingga saat ini. Salah satunya karena ada peran pendidikan karakter," kata Saryadi dalam pertemuan dengan Walikota Bima, Muhammad Lutfi di rumah dinas walikota dalam rangka kunjungan kerja Implementasi Kurikulum Merdeka di Kota Bima, Nusa Tenggara Barat, Senin (29/8). 

 

Oleh karena itu, Saryadi menilai bahwa Kurikulum Merdeka menjadi alat yang mampu memperkuat karakter para siswa. Pasalnya, dengan Kurikulum Merdeka guru tidak hanya dituntut membawa arah pembelajaran di kelas menjadi bermakna, efektif, dan menyenangkan saja, tetapi juga didorong untuk terus menggali potensi dirinya agar berkarakter dengan baik. 

 

“Guru bukan hanya berkewajiban untuk mengajarkan materi pembelajaran untuk mencapai kompetensi siswa saja, tetapi juga menggali potensi diri siswa agar berkarakter dengan baik sebagai wujud Profil Pelajar Pancasila,” kata Saryadi.

 

Sebelumnya, Walikota Muhammad Lutfi menyinggung inspirasi dari konsep Kurikulum Merdeka. Saryadi menjawab bahwa Kurikulum Merdeka bersumber dari pendidikan menyenangkan yang digagas Ki Hadjar Dewantara. 

 

“Jadi saya rasa dalam pelaksaannya, Kurikulum  Merdeka akan bisa diturunkan ke dalam pendidikan  karakter. Karena ini yang benar-benar ingin kami tanamkan. Bagaimana membentuk siswa takut dengan Tuhan dan malu sama manusia,” kata Walikota Muhamad Lutfi.

 

Lebih lanjut, ia juga berharap agar implementasi Kurikulum Merdeka, nantinya juga bisa menumbuhkan jiwa nasionalisme dan kebanggaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). “Jadi tidak hanya konsep merdeka yang ditonjolkan, tetapi juga cinta kepada bangsa yang harus digelorakan,” kata Muhamad Lutfi menambahkan.

 

Dalam kesempatan tersebut, Walikota juga menyatakan dukungannya terhadap implementasi Kurikulum Merdeka yang dinilai memiliki banyak keunggulan, lebih mendalam, relevan, dan interaktif. "Pemerintah Kota Bima berkomitmen kuat untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satunya melalui implementasi  Kurikulum Merdeka yang kami harap bisa meningkatkan mutu pendidikan di Kota Bima ini," kata Muhamad Lutfi.

 

Sebelumnya di tempat terpisah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Bima, Supratman mengatakan bahwa sejak awal Kota Bima memang memiliki komitmen kuat dalam implementasi Kurikulum Merdeka. Bahkan tingkat adopsi Kurikulum Merdeka di Kota Bima sendiri mencapai seratus persen dan menjadi yang tertinggi di Provinsi Nusa Tenggara Barat. 

"Kami paham, ini merupakan kebijakan nasional dan prioritas untuk menyelesaikan persoalan kehilangan pembelajaran (learning loss). Terlebih, IKM sendiri merupakan kurikulum yang telah disempurnakan," kata Supratman saat memberikan sambutan pada sesi audensi di SDN 25 Pundak, Kota Bima yang merupakan bagian dari rangkaian kunjungan kerja implementasi Kurikulum Merdeka di Kota Bima. 

 

Menurut Supratman, meski ada keterbatasan, dalam implementasi Kurikulum Merdeka, Kota Bima memilih tipe 100 persen berubah. "Dan kenapa kami memilih mandiri berubah, karena pemerintah sudah menyediakan PMM (Platform Merdeka Mengajar). Jadi, hanya tinggal tambah fiturnya saja,” kata Supratman.

 

Sampai saat ini, lanjut Supratman, pihaknya telah melakukan sosialisasi ke berbagai satuan pendidikan. Dinas Pendidikan juga sudah berkolaborasi dengan sejumlah pihak terkait seperti komunitas guru, pendidik, komunitas belajar, komunitas sekolah penggerak, dan sebagainya.

 

“Pokoknya pemerintah kota siap memfasilitasi satuan pendidikan untuk  mempercepat pelaksanaan IKM di Kota Bima,” kata Supratman.

 

Meluruskan miskonsepsi 

 

Selain bertemu dengan Walikota Bima, agenda kunjungan kerja dalam rangka sosialisasi implementasi Kurikulum Merdeka di Kota Bima lainnya adalah kegiatan audiensi dengan guru, kepala sekolah, pengawas, dan sebagainya. Audiensi dilakukan di tiga lokasi yakni SDN 25 Pundak, SMPN 7 Kota Bima, dan SMKPP Negeri Bima. Pemilihan lokasi sekolah tersebut didasarkan pada tingkat partisipasi guru yang tinggi pada platform Merdeka Mengajar

 

Dalam audiensi tersebut, Pelaksana tugas (Plt.) Direktur Saryadi mencoba meluruskan beberapa miskonsepsi yang masih cukup banyak berkembang di kalangan guru. Utamanya terkait dukungan sarana prasarana untuk pelaksanaan Kurikulum Merdeka, pelatihan untuk guru, hingga soal persepsi ganti menteri ganti kurikulum.

 

Pengawas Kota Bima, Abdul Salam dan Zainal Arifin menyampaikan adanya anggapan di masyarakat bahwa Kurikulum Merdeka hanya dapat diimplementasikan pada sekolah yang memiliki fasilitas lengkap. “Bagaimana kami bisa mengimplementasikan Kurikulum Merdeka ini secara maksimal sedangkan sinyal di tempat kami saja tidak ada dan laptop juga tidak ada,” ungkap Abdul Salam mengutip beberapa keraguan yang disampaikan masyarakat.

 

Pada kesempatan tersebut, Saryadi menegaskan bahwa anggapan tersebut adalah keliru karena Kurikulum Merdeka merupakan kurikulum yang fleksibel, sehingga bisa dioperasionalkan menjadi kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan di sekolah mana pun, termasuk sekolah dengan fasilitas minim. Para guru bisa memanfaatkan komunitas-komunitas belajar dan saling berbagi praktik baik di masing-masing sekolah.

 

“Jadi, semua sekolah bisa mengimplementasikan Kurikulum Merdeka tanpa perlu memikirkan apakah fasilitas yang ada sudah memadai atau belum karena dalam Kurikulum Merdeka, guru adalah aktor utamanya,” kata Saryadi

 

Dalam kesempatan tersebut, Saryadi juga meluruskan persepsi tentang perubahan kurikulum yang kerap dikaitkan dengan ganti menteri ganti kurikulum sebagaimana yang disampaikan oleh Siti Rahmah, salah satu guru di SMPN 7 Kota Bima.

 

“Kurikulum Merdeka ditujukan untuk menyesuaikan perubahan dan menjadi bagian dari transformasi pendidikan di Indonesia, sehingga dan tidak ada kaitannya dengan ganti menteri ganti kurikulum,” pungkas Saryadi. (Diksi/Nan/AP/NA)