Merdeka Berkarya Bersama SMK

Jakarta, Ditjen Diksi -  Merdeka dalam bidang pendidikan adalah kita harus merdeka dari belenggu kebodohan dan kemiskinan, itulah merdeka. Apabila kita sudah merdeka dari belenggu kebodohan, maka kita tidak akan lagi dijajah dan dibodohi oleh bangsa lain,” ujar Ahmad Saufi selaku Direktur Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Mitras DUDI) dalam acara live streaming di kanal Instagram CNBC Indonesia pada Selasa (18/8). 

Masih dalam rangka merayakan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia, Ahmad Saufi berbagi cerita mengenai konsep kemerdekaan, khususnya dalam bidang pendidikan. Begitupun Mitras DUDI yang berperan sebagai penghubung antara dunia pendidikan sebagai penyedia SDM dan DUDI sebagai calon pengguna SDM. Dengan lebih dari 17 ribu lembaga kursus dan pelatihan, 13 ribu SMK dan 2.000 lembaga pendidikan vokasi se-Indonesia, peran Mitras DUDI sebagai unit khusus dari pemerintah amat dibutuhkan untuk membantu terjalinnya “pernikahan” yang baik dan optimal.

“Kami di sini sebagai katalisator diminta untuk bisa mendekatkan mereka. Yang kami lakukan adalah membentuk Forum Pengarah Vokasi atau Rumah Vokasi yang berasal dari dunia industri dan dunia usaha. Sehingga, dengan keterlibatan mereka dapat memberikan nasehat, petuah, bahwa inilah unit usaha dan jenis pekerjaan yang dibutuhkan dalam jangka waktu 5-10 tahun ke depan. Dengan cara itu kita bisa menyelaraskan seluruhnya apa yang harus menjadi bagian dari pendidikan vokasi agar sesuai dengan apa yang diinginkan oleh calon pengguna,” jelas Saufi.

Sebagai seseorang yang telah lama tinggal di Jerman, menurut Saufi, ada banyak praktik baik yang tentunya bisa diambil dan diterapkan pada sistem pendidikan vokasi di Indonesia, salah satunya adalah keberadaan undang-undang pemagangan yang belum dimiliki Indonesia. Menurutnya, undang-undang ini akan sangat membantu sistem pemagangan di Indonesia agar lebih serempak dan optimal. “Yang bisa kita ambil pengalaman atau praktik baik di Jerman adalah Jerman memiliki undang-undang sistem pemagangan yang disebut ausbildung sehingga siswa pemagangan itu masuk dalam satu himpunan khusus,” jelasnya.

Hal ini juga yang menjadikan salah satu alasan dibentuknya Rumah Vokasi, yaitu untuk menyelaraskan kebutuhan industri, khususnya dalam program magang yang dilakukan oleh sekolah vokasi. Forum yang beranggotakan perwakilan dari berbagai macam perusahaan ini dapat dengan sepakat menyeragamkan kebutuhan dan ketentuan pemagangan untuk pelajar di Indonesia. Alhasil, kini sekolah vokasi juga menerapkan pendidikan soft skill yang membentuk karakter kerja serta menumbuhkan keinginan untuk terus berkarya. “Justru itu sekarang di sekolah vokasi tidak hanya diajarkan hard skill, yaitu cara memegang dan menguasai alat. Namun, mereka juga diajari soft skill yang merupakan bagian dari kepemimpinan, kejujuran, cara berkomunikasi, empati, dan sebagainya. Gabungan itu akan menghasilkan entrepreneurship rasa ingin berkarya dan tidak mau kalah dengan bangsa lain,” papar Saufi.

Dengan revitalisasi pendidikan vokasi, Saufi berharap siswa SMK percaya diri menggunakan skill yang dimiliki untuk berkarya, memacu diri untuk tumbuh dan berkembang. “Ananda yang sedang belajar di SMK, berbahagialah kalian menuntut pendidikan di SMK. Jangan merasa rendah diri atau kecil hati, karena tempat bekerja kalian sedang kami persiapkan. Jangan pernah merasa minder, karena justru kalian mempunyai kemampuan mengerjakan sesuatu yang belum tentu dimiliki oleh orang dengan umur yang sama dengan tingkat pendidikan yang setara dengan kalian. Di sana letak kelebihan kalian,” jelas Saufi. 

 

Kunjungan Bersama Dirjen Diksi

Dilakukan secara daring, bincang virtual ini juga bertepatan dengan kunjungan Ahmad Saufi bersama Dirjen Pendidikan Vokasi Wikan Sakarinto ke SMK Katolik St. Mikael di Surakarta. Kunjungan ini juga disertai dengan peluncuran produk CNC Engine yang merupakan hasil karya siswa SMK. 

Saufi pun mengungkapkan apresiasinya atas kemampuan siswa SMK menciptakan mesin yang merupakan salah satu tanda kesiapan lulusan vokasi untuk mengahadapi tantangan industri ke depannya. “Hanya dengan kita bisa membuat komponen, kita akan bisa merakit menjadi mesin besarnya. Sehingga, kebutuhan kita membuat mesin ini menjadi sebuah keharusan challenge agar kita mengetahui teknologi mesin itu sendiri, dan bagaimana merakit kompenen menjadi mesin baru,” ungkapnya. 

Selain itu, Saufi dan tim juga mengunjungi SMK Farmasi yang memproduksi obat-obatan herbal yang siap digunakan dan dipasarkan secara luas. Melalui kunjungan ini, Saufi pun mengakui keunggulan SMK dalam menciptakan produk yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. 

“Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bukan marketer atau marketing agent.  Namun, kita bisa memberikan suntikan motivasi plus gula-gula atau sweetener bahwa teman-teman yang memproduksi ini bisa melakukan riset pasar.  Insentif yang diberikan oleh kementerian ini gunanya agar mereka bisa market intelligence, market research, dan seterusnya agar produk yang dibuat bisa laku di pasaran,” pungkasnya. (Diksi/TM/AP).