PROGRAM MATCHING FUND VOKASI 2024

PROGRAM MATCHING FUND VOKASI 2024

Kembali Diluncurkan, Matching Fund Dongkrak Indeks Inovasi dan Reputasi Indonesia

 

Jakarta, 29 Oktober 2023 – Tiga tahun pelaksanaan program Matching Fund atau Dana Padanan telah memberikan dampak peningkatan yang signifikan pada Global Innovation Index (GII) atau Indeks Inovasi Indonesia serta Score University-Industry Collaboration atau skor kolaborasi antara industri dan universitas di Indonesia.


Tahun ini, program Matching Fund kembali hadir dengan terobosan baru. Selain dilaksanakan lebih awal, Matching Fund 2024 juga melakukan terobosan pembiayaan multiyear atau multi-tahun untuk menjamin keberlanjutan penelitian. 


Direktur Jenderal (Dirjen) Pendidikan Vokasi, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Kiki Yuliati, dalam sambutannya saat Peluncuran Program Matching Fund Vokasi 2024 mengatakan bahwa sebagai program terobosan, berbagai capaian Matching Fund tidak hanya membawa manfaat bagi dosen maupun industri saja, tetapi juga terhadap reputasi Indonesia di kancah global yang sedang terus diupayakan oleh pemerintah. 


“Kita ingin menimbulkan kepercayaan masyarakat global tentang kesiapan kita menjadi negara yang mampu secara aktif dan produktif ikut dalam berbagai aktivitas ekonomi global,” kata Dirjen Kiki di Jakarta, Jumat (27/10). 


Menurut Dirjen Kiki, dengan reputasi yang baik di kancah global, maka kepercayaan para investor terhadap Indonesia akan meningkat. Dengan demikian, diharapkan dapat berdampak signifikan terhadap kemajuan ekonomi bangsa Indonesia. 


Dalam acara Peluncuran Program Matching Fund Vokasi 2024 yang berlangsung secara luring tersebut, Dirjen Kiki mengatakan bahwa terdapat pembaruan pada program Dana Padanan tahun 2024, yakni terkait dengan skema pembiayaan yang dapat dilakukan secara multiyear. Selain dapat menjamin keberlanjutan riset, skema pendanaan tersebut juga diharapkan mendorong pelaksanaan teaching factory atau teaching industry di perguruan tinggi vokasi. 


“Salah satu yang ingin kami kejar dari multiyear ini adalah pembangunan teaching factory atau teaching industry di kampus-kampus vokasi. Karena pada dasarnya pendidikan vokasi adalah industrial based learning,” ujar Dirjen Kiki. 

 

Dengan skema pendanaan tersebut, diharapkan industri dapat bekerja sama dengan satuan pendidikan vokasi untuk mendukung pembelajaran sekaligus memproduksi barang atau jasa. 


Dosen dan juga peneliti dari Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS), Dedid Cahya Happyanto, menyambut baik terobosan baru skema pendanaan pada multiyear. Selain menjamin keberlanjutan penelitian, skema tersebut akan sangat menguntungkan bagi industri sehingga diharapkan dapat menarik minat industri yang lebih banyak. 


“Fungsi multiyear ini sangat diperlukan karena penelitiannya bisa berkelanjutan sehingga penelitian akan menjadi lebih sempurna” kata Dedid, yang saat ini sedang mengembangkan penelitian di bidang autonomous electric vehicle dan sudah mulai dilirik oleh industri. 

 

Pada tahun 2021, GII yang menilai tingkat produktivitas dan inovasi, menempatkan Indonesia di peringkat 87. Akan tetapi, peringkat tersebut kemudian naik ke peringkat 75 pada tahun 2022 dan semakin naik ke peringkat 61 dari 132 negara di tahun 2023.


Tidak hanya GII, program Matching Fund yang telah berhasil menciptakan ekosistem kolaborasi antara antara perguruan tinggi dan industri dalam menghasilkan produk-produk inovasi juga berdampak pada peningkatan signifikan skor dari University-Industry Collaboration. Pada tahun 2020 skor University-Industry Collaboration Indonesia adalah 53.5. Sementara itu, pada tahun 2023 skor Indonesia mencapai 87.4, atau meningkat 38%. 

 

Tren Positif


Direktur Akademik Pendidikan Tinggi Vokasi, Kemendikbudristek, Beny Bandanadjaja, mengatakan bahwa skema pendanaan multiyeardiperuntukkan untuk penelitian skema A, yakni hilirisasi inovasi hasil riset untuk tujuan komersialisasi, hilirisasi kepakaran untuk menjawab kebutuhan dunia usaha dan dunia industri (DUDI), pengembangan produk inovasi bersama DUDI/mitra inovasi, dan peningkatan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) atau produk substitusi impor melalui proses reverse engineering


Pada kesempatan tersebut, Beny juga menyampaikan bahwa selama tiga tahun ini, penyelenggaraan program Matching Fund Vokasi mendapat antusiasme yang tinggi dari perguruan tinggi vokasi. Pada tahun 2021 ada 258 proposal yang masuk, kemudian tahun 2022 sebanyak 552 proposal, dan tahun 2023 ada 1.026 proposal. 

 

“Kami berhasil mengeskalasi minat para dosen vokasi dan juga industri untuk terlibat dalam program Matching Fund Vokasi ini,” kata Beny.


Pada tahun 2023, sebanyak 1.292 dosen terlibat dalam program Matching Fund Vokasi, dengan jumlah mahasiswa yang diikutsertakan mencapai 5.370. Artinya, para mahasiswa tersebut telah merasakan langsung proses penciptaan sebuah inovasi yang diharapkan akan meningkatkan kompetensi mahasiswa.


Lebih lanjut, Beny menjelaskan, dari sisi dana padanan kolaborasi yang dikeluarkan, baik oleh DUDI maupun Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi, juga terus mengalami peningkatan, dengan dana dari DUDI yang lebih tinggi.


“Tahun 2023 total ada sekitar dua ratus miliar dana kolaborasi yang dikelola melalui program Matching Fund, di mana dana dari industri lebih besar dari dana yang diberikan oleh Ditjen Pendidikan Vokasi,” kata Beny.


Dengan tren yang terus positif tersebut, Beny berharap ke depannya program Matching Fund Vokasi dapat terus berjalan meskipun tidak lagi mendapat bantuan dana dari pemerintah.


Siaran Pers Kemendikbudristek Nomor: 582/sipres/A6/X/2023



Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat

Sekretariat Jenderal

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi

 

Laman: kemdikbud.go.id

Twitter: twitter.com/Kemdikbud_RI

Instagram: instagram.com/kemdikbud.ri

Facebook: facebook.com/kemdikbud.ri

Youtube: KEMENDIKBUD RI

Pertanyaan dan Pengaduan: ult.kemdikbud.go.id

 

#MerdekaBelajar