Menyelaraskan Perkembangan Industri 4.0 dengan IoT

Jakarta, Ditjen Diksi - Perkembangan teknologi yang bergerak cepat, khususnya dalam bidang komunikasi dan informasi, memberikan perubahan yang signifikan terhadap kebutuhan industri dalam mencari tenaga kerja di masa kini maupun masa yang akan datang.  Menyikapi perkembangan ini, pemerintah pun telah menempatkan sumber daya manusia sebagai prioritas dalam rencana pembangunan jangka menengah nasional tahun 2020 hingga 2024.  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memiliki peran untuk meningkatkan pemerataan layanan pendidikan yang berkualitas, serta mewujudkan upaya peningkatan produktivitas dan daya saing melalui pendidikan vokasi berbasis kerja sama industri.

“Salah satu strategi dalam menghadapi perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) adalah peningkatan kapasitas sumber daya manusia agar mampu bersaing dan kompeten dalam era industri masa kini, di mana Indonesia mulai mengimplementasikan era industri 4.0,” jelas Direktur Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Dit. Mitras Dudi) Direktorat Jeneral Pendidikan Vokasi (Ditjen Diksi) Kemendikbud Ahmad Saufi, dalam acara webinar bertajuk “Membangun Negeri dengan IoT” yang diinisiasi oleh Pusat Penelitan Informasi dan Komunikasi ITB dan Sigfox Indonesia untuk membahas penggunaan teknologi ketika masa pandemikk pada Kamis (30/7).

Menurut Saufi, ada lima aspek yang perlu dikuasai sumber daya manusia untuk menghadapi revolusi 4.0 ini, yaitu, internet of things (IoT), artificial intelligence, human machine interface, teknologi robotic dan sensor, serta teknologi 3D printing. Di sinilah peran IoT menjadi hal yang menarik untuk dipelajari sebagai bentuk antisipasi mengenai jenis pekerjaan yang juga akan berubah. “Hal ini harus diantisipasi dengan meningkatkan perhatian kita pada jenis pekerjaan yang banyak dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan  sektor industri komunikasi dan informasi,” ujarnya.

Adapun Ari Setijadi Prahatmono selaku Research Center of Information & Communication Technology ITB, mengutarakan pendapatnya dalam melihat revolusi industri 4.0 sebagai sebuah bentuk demokratisasi teknologi, yaitu perubahan teknologi tidak lagi hanya bersifat tangible, tapi sudah mencangkup ke banyak hal yang sangat dekat kehidupan sehari-hari. Indonesia sebagai negara yang berkembang mulai memperlihatkan bentuk adaptasi yang signifikan terhadap perkembangan teknologi. 

Namun, Indonesia memiliki masalah tersendiri dalam proses pengolahan teknologi yang ada.  “Salah satu permasalahan di Indonesia adalah data yang terkait dengan kehidupan kita belum betul-betul terkumpulkan. Sehingga, kita belum mendapatkan benefit dari perkembangan teknologi sekarang,” paparnya.

Menurut Ari, kondisi pandemik telah meningkatkan keawasan masyarakat mengenai teknologi. Meski demikian, “Penggunaan teknologi ketika pandemik diharapkan tidak turun penerapannya pada kehidupan sehari hari,” ujarnya. 

Sementara itu Chief Solution Architect Sigfox Indonesia Andi Nugroho melihat penggunaan teknologi yang meningkat pesat di masa pandemik ini sebagai reaksi positif dari masyarakat Indonesia untuk menghadapi tantangan yang lebih besar ke depannya. Menurutnya, industri tentunya sudah pasti membutuhkan pembaharuan teknologi untuk memaksimalkan kinerja produksi ke depannya. Perubahan inilah yang harus disiapkan oleh masyarakat Indonesia. “Ketika pasca-pandemik ini berakhir, apakah industri sudah siap atau belum menyambut new wave atau tantangan baru yang akan muncul,” jelasnya. 

Dari sisi industri, Andi meyakini ada empat hal yang harus disiapkan industri agar mampu bersaing secara global ke depannya, yaitu data resources, automation system, new algoritma, dan ubiquitous technology access.  Untuk mewujudkan semua ini, tentunya membutuhkan sebuah kerja sama yang nyata melalui persiapan dari sisi sumber daya manusia, industri teknologi, dan tata kelola yang mumpuni agar Indonesia mampu secara unggul menghadapi revolusi industri 4.0. (Diksi/TM/AP/AS)